PPN atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean

Assalamualaikum rekan-rekan semua, sedikit mengulas isi dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03.2010 yahhh…

Bahas tentang apa saja disana?

Yuupppzz… tentang perlakuan PPN atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean. Ini cohtohnya untuk kegiatan atau transaksi apa sih?

Ada yang tau waralaba ngak? Oke, Jadi Waralaba adalah bentuk hubungan kemitraan antara pemilik waralaba atau pewaralaba (franchisor) dengan penerima waralaba (franchisee) dalam mengadakan persetujuan  jual beli hak monopoli untuk menyelenggarakan usaha (waralaba). Kerjasama ini biasanya didukung dengan pemilihan tempat, rencana bangunan, pembelian peralatan, pola arus kerja, pemilihan karyawan, konsultasi, standardisasi, pengendalian, kualitas, riset dan sumber-sumber permodalan. Kunci keberhasilan bisnis waralaba adalah kekuatan merek, sebelum mewaralabakan usahanya hendaknya setiap pengusaha mendaftarkan terlebih dahulu merek dagangnya ke kantor Merek di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI) Indonesia, maka dengan demikian jika kita telah memiliki merek yang terdaftar peluang untuk mewaralabakan usaha kita akan lebih terjamin kepastian hukumnya.

Setiap jenis usaha tentu nya tidak lepas dari aspek perpajakan. Waralaba (franchisee) termasuk dalam pengertian kategori jenis barang tidak berwujud. Pengertian barang menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (UU PPN) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud. Berdasarkan ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tersebut dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

  • Barang berwujud (Tangible products); Merupakan transaksi yang melibatkan barang-barang berwujud.
  • Barang tidak berwujud (Intangible products); Yaitu transaksi yang melibatkan barang-barang tidak berwujud.

Apabila pihak franchisor berada di dalam daerah pabean, maka atas penyerahan merek tersebut PPN dikenakan atas penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Sedangkan apabila pihak franchisor berada di luar daerah pabean, maka termasuk dalam pengertian pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean. Pada kesempatan ini, penulis akan mengulas PPN atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan Jasa Kena Pajak (JKP) dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.

Pengertian BKP Tidak Berwujud dan JKP dari luar Daerah Pabean
BKP Tidak Berwujud atau JKP hanya disebut sebagai berasal dari luar Daerah Pabean apabila orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean menyerahkannya ke dalam Daerah Pabean tidak melalui atau tidak atas nama Bentuk Usaha Tetapnya yang berada di dalam Daerah Pabean.

Apabila penyerahannya dilakukan melalui atau atas nama Bentuk Usaha Tetap yang berada di dalam Daerah Pabean, maka terhadap penyerahan tersebut berlaku ketentuan PPN atas penyerahan dalam negeri. BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dapat berupa hak-hak seperti hak paten, hak oktroi, hak cipta, dan hak menggunakan merek dagang, yang dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah Pabean Indonesia.Sedangkan JKP dari luar Daerah Pabean dapat berupa jasa-jasa sebagai berikut :

  1. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean, yang melekat  pada atau ditujukan untuk barang tidak bergerak yang berada dalam Daerah Pabean dan dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah Pabean Indonesia. Misalnya jasa perencanaan atau penggambaran bangunan.
  2. Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean, yang melekat pada atau ditujukan untuk barang bergerak yang berada atau dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean dan dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, baik yang berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak maupun yang berstatus bukan sebagai Pengusaha Kena Pajak, di dalam Daerah Pabean Indonesia. Misalnya jasa persewaan rig atau pengeboran minyak dan jasa persewaan alat-alat berat.
  3. Jasa yang dilakukan secara phisik di dalam Daerah Pabean. Misalnya jasa konsultan, jasa pengacara, jasa akuntan, dan jasa surveyor.

Saat Terutang PPN dan Saat dimulainya Pemanfaatan
Saat terutangnya pajak atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan JKP dari luar Daerah Pabean, terjadi pada saat BKP Tidak Berwujud atau JKP tersebut mulai dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean Indonesia. Saat dimulainya pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa sebagai berikut :

  1. Saat BKP Tidak Berwujud atau JKP secara nyata dimanfaatkan, meskipun belum didukung bukti-bukti formal seperti kontrak atau perjanjian tertulis. Pengertian pemanfaatan secara nyata dapat diartikan antara lain telah digunakannya BKP Tidak Berwujud atau JKP sesuai dengan tujuannya. Misalnya, apabila pemanfaatan merek dagang, telah dibuat label dan dijahit atau ditempel pada BKP yang diproduksi.
  2. Saat harga perolehan BKP Tidak Berwujud atau JKP dinyatakan sebagai utang, yang didukung antara lain dengan adanya surat pengakuan utang atau telah dicatat dalam pembukuan sebagai utang, maupun berdasarkan bukti-bukti lain.
  3. Saat Harga Jual BKP Tidak Berwujud atau Penggantian JKP ditagih oleh pihak yang menyerahkan, yaitu antara lain didukung dengan bukti penagihan, baik tertulis maupun tidak tertulis, dari pihak yang menyerahkan kepada pihak yang memanfaatkan.
  4. Saat harga perolehan BKP Tidak Berwujud atau JKP dibayar, baik sebagian atau seluruhnya, oleh pihak yang memanfaatkan.

Apabila saat dimulainya pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean tidak diketahui, maka saat dimulainya pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP tersebut adalah tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian.

Penghitungan PPN yang Terutang
PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean sebagaimana didalam PMK-40/PMK.03/2010 Pasal 3 dihitung dengan cara sebagai berikut:

  1. 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP, jika dalam jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan tidak termasuk PPN; atau
  2. 10/110 (sepuluh per seratus sepuluh) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP, jika dalam jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan sudah termasuk PPN.

Apabila tidak ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis untuk jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan atau ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tidak dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah kontrak atau perjanjian sudah termasuk PPN, PPN yang terutang dihitung sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan BKP tidak berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean.

Penyetoran dan Pelaporan PPN yang Dipungut

PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau Jasa  Kena  Pajak  dari  luar  Daerah  Pabean  wajib  dipungut  dan  disetorkan seluruhnya  ke  Kas  Negara  melalui  Kantor  Pos  atau  Bank  Persepsi  dengan menggunakan  Surat  Setoran  Pajak  oleh  orang  pribadi  atau  badan  yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar  Daerah  Pabean,  paling  lama  tanggal  15  bulan  berikutnya  setelah  saat terutangnya pajak. Cara pengisian Surat Setoran Pajaknya sebagaimana didalam PMK-40/PMK.03/2010 Pasal 6 adalah sebagai berikut :

  1. Pada kolom “Nama WP” dan “Alamat WP” diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan  yang bertempat  tinggal atau berkedudukan di  luar Daerah Pabean yang  menyerahkan  BKP  Tidak  Berwujud  dan/atau  JKP ke dalam Daerah Pabean.
  2. Pada kolom “NPWP” diisi dengan angka 0 (nol), kecuali kode Kantor Pelayanan Pajak diisi dengan kode Kantor Pelayanan Pajak dari pihak yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP.
  3. Pada  kotak  “Wajib  Pajak/Penyetor”  diisi  nama  dan Nomor  Pokok Wajib  Pajak pihak  yang memanfaatkan Barang  Kena  Pajak  Tidak Berwujud  dan/atau  JKP.
  4. Pada kolom Masa Pajak pada Surat Setoran Pajak diisi dengan memberi tanda silang (x) pada salah satu kolom Masa Pajak untuk Masa Pajak saat terutangnya pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean.
Bagi  Pengusaha  Kena  Pajak,  PPN  yang  telah  disetor  dilaporkan  dalam  Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN bulan terutangnya pajak.  SPT  Masa  PPN  tersebut  diperlakukan  sebagai laporan  pemungutan  PPN  atas  pemanfaatan  Barang  Kena  Pajak  Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean.
Orang pribadi atau badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan PPN  yang  telah  disetor  dengan mempergunakan  lembar  ketiga  Surat  Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi  atau  tempat  kedudukan  badan  tersebut  paling  lama  akhir  bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
Sanksi Administrasi
Apakah ini bisa dilaporkan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah bulan terutangnya pajak?
Dalam peraturan ini, hal tersebut tidak disebutkan,, Berarti TIDAK BOLEH.
Sehingga, atas hal ini harap menjadi perhatian kita kedepannya ya.
Dan lagi, apabila penyetoran PPN setelah melewati batas waktu yaitu 15 hari setelah berakhirnya bulan, maka dikenai sanksi administrasi berupa bunga sesuai UU KUP yaitu sebesar 2% per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran.
Satu lagi ya,,,
Apabila pengisian SSP tidak sesuai maka atas pemungutan PPN tersebut tidak boleh dikreditkan dalam SPT Masa PPN.

Tinggalkan komentar